BAB
I
PENDAHULUAN
I.1
Latar Belakang
Pada mulanya
farmakologi mencakup berbagai pengetahuan tentang obat yang meliputi: sejarah,
sumber, sifat - sifat fisika dan kimiawi, cara meracik, efek fisiologi dan
biokimiawi, mekanisme kerja, absorpsi, distribusi, biotranformasi dan ekskresi,
serta penggunaan obat untuk terapi dan tujuan lain.
Dewasa ini
didefinisikan sebagai studi terintegrasi tentang sifat-sifat kimia dan
organisme hidup serta segala aspek interaksi mereka. Atau Ilmu yang mempelajari
interaksi obat dengan organisme hidup.
Obat adalah
benda atau zat yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau mengubah proses kimia dalam
tubuh.
Obat ialah
suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan untuk digunakan dalam
menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah dan rohaniah pada
manusia atau hewan dan untuk memperelok atau memperindah badan atau bagian
badan manusia termasuk obat tradisional.
I.2
Tujuan
Makalah ini
diajukan untuk memenuhi tugas yang telah diberikan dan untuk menambah wawasan
yang lebih luas mengenai obat antipiretik dan analgetik.
I.1
Rumusan Masalah
·
Pengertian dan penggolongan SSP
·
Pengertian obat Antipiretik dan obat Analgetik
·
Macam-macam obat Analgetik-Antipiretik
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 Pengertian dan penggolongan obat SSP
a) Pengertian SSP
Susunan saraf pusat berkaitan dengan sistem saraf manusia yang merupakan
suatu jaringan saraf yang kompleks, sangat khusus dan saling berhubungan satu
dengan yang lain. Susunan ini terdiri atas otak, sum-sum tulang
belakang, dan urat-urat saraf atau saraf cabang yang tumbuh dari otak dan
sum-sum tulang belakang, yang disebut urat saraf periferi (urat saraf tepi).
Fungsi sistem saraf antara lain: mengkoordinasi, menafsirkan dan mengontrol
interaksi antara individu dengan lingkungan sekitarnya.
Stimulan sistem saraf pusat (SSP) adalah obat yang
dapat merangsang serebrum medula dan sumsum tulang belakang. Stimulasi daerah
korteks otak-depan oleh se-nyawa stimulan SSP akan meningkatkan kewaspadaan,
pengurangan kelelahan pikiran dan semangat bertambah. Contoh senyawa stimulan
SSP yaitu kafein dan amfetamin.
Sistem saraf dapat dibagi menjadi
sistem saraf pusat atau sentral dan sistem saraf tepi (SST). Pada sistem syaraf
pusat, rangsang seperti sakit, panas, rasa, cahaya, dan suara mula-mula
diterima oleh reseptor, kemudian dilanjutkan ke otak dan sumsum tulang
belakang. Rasa sakit disebabkan oleh perangsangan rasa sakit diotak besar.
Sedangkan analgetik narkotik menekan reaksi emosional yang ditimbulkan rasa
sakit tersebut. Sistem syaraf pusat dapat ditekan seluruhnya oleh penekan saraf
pusat yang tidak spesifik, misalnya sedatif hipnotik. Obat yang dapat
merangsang SSP disebut analeptika.
Obat – obat yang bekerja terhadap susunan saraf pusat berdasarkan efek
farmakodinamiknya dibagi atas dua golongan besar yaitu :
§ Merangsang atau menstimulasi yang secara langsung maupun tidak langsung merangsang aktivitas otak, sumsum tulang belakang beserta syarafnya.
§ Menghambat atau mendepresi, yang secara langsung maupun tidak lansung
memblokir proses proses tertentu pada aktivitas otak, sumsum tulang belakang
dan saraf- sarafnya.
Obat yang bekerja
pada susunan saraf pusat memperlihatkan efek yang sangat luas (merangsang atau
menghambat secara spesifik atau secara umum). Kelompok obat memperlihatkan
selektifitas yang jelas misalnya analgesik antipiretik khusus mempengaruhi
pusat pengatur suhu pusat nyeri tanpa pengaruh jelas.
b) Klasifikasi Sistem Saraf Pusat
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat
dibagi dalam beberapa golongan besar, yaitu:
1. Psikofarmaka
(psikotropika), yang meliputi Psikoleptika (menekan atau menghambat
fungsi-fungsi tertentu dari SSP seperti hipnotika, sedativa dan tranquillizers,
dan antipsikotika); Psiko-analeptika (menstimulasi seluruh SSP, yakni
antidepresiva dan psikostimulansia (wekamin).
2. Untuk
gangguan neurologis, seperti antiepileptika, MS (multiple sclerosis), dan
penyakit Parkinson.
3. Jenis yang
memblokir perasaan sakit: analgetika, anestetika umum, dan lokal.
4. Jenis obat
vertigo dan obat migrain (Tjay, 2002).
Umumnya semua obat yang
bekerja pada SSP menimbulkan efeknya dengan mengubah sejumlah tahapan dalam
hantaran kimia sinap (tergantung kerja transmitter)
c) Penggolongan obat SSP
Obat yang bekerja terhadap SSP dapat
dibagi dalam bebrapa golongan besar, yaitu :
1) Psikofarmaka
(psikotropika) , yang meliputi :
a. Psikoleptika :
jenis obat yang pada umumnya menekan dan atau menghambat fungsi-fungsi tertentu
dari SSP, yakni hipnotika, sedativa dan
tranquilizers dan antispikotika.
b. Psiko-analeptika
: jenis obat yang menstimulasi seluruh SSP, yakni antidepresiva dan
psikostimulansia (wekamin).
2) Jenis
obat untuk gangguan neurologis seperti antiepileptika, MS (multipe sclerosis),
penyakit parkinson dan demensia.
3) Jenis
obat yang mengahalau atau menghambat perasaan sakit : analgetika,
antiradang/rematik dan narkotika, anestetika umum,dan lokal.
4) Jenis
obat vertigo dan obat migrain.
II.2 Analgetik dan Antipiretik
a.
Analgetik
Analgetik atau obat
penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan
kesadaran (perbedaan dengan anestetika umum).
Obat ini digunakan untuk membantu
meredakan sakit, sadar tidak sadar kita sering mengunakannya misalnya ketika
kita sakit kepala atau sakit gigi, salah satu komponen obat yang kita minum
biasanya mengandung analgesik atau pereda nyeri.
ü Mekanisme
terjadinya nyeri
Nyeri
adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan spikis sangat memengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit
(kepala) atau memperhebatnya, tetapi pula dapat menghindarkan sensasi
rangsangan nyeri. Nyeri merupakan suatu perasaan subjectif pribadi dan ambang
toleransi nyeri berbeda-beda bagi setiap orang. Batas nyeri untuk suhu adalah
konstan, yakni pada 44-45 °C.
Rasa
nyeri dalam kebanyakan hal hanya merupakan suatu gejala yang berfungsi sebagai
isyarat bahaya tentang adanya gangguan dijaringan, seperti peradangan (rema,
encok), infeksi jasad renik atau kejang otot. Nyeri yang di sebabkan oleh
rangsangan mekanis, kimiawi atau fisis (kalor,listrik) dapat menimbulkan
kerusakan pada jaringan. Rangsangan tersebut memicu pelepasan zat tertentu yang
disebut mediator nyeri, a.l histamin, bradikin, leukotrien dan prostaglandin.
Ambang
nyeri didefinisikan sebagai tingkat (level)
pada mana nyeri dirasakan untuk pertama kalinya. Dengan kata lain, intensitas
rangsangan yang terendah saat seseorang merasakan nyeri. Untuk setiap irang
ambang nyerinya adalah konstan.
Mekanisme terjadinya nyeri
ada 4 macam, yaitu:
a) Transduksi
Proses
dimana nyeri diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima
ujung-ujung syaraf. Terjadi perubahan patologis karena mediator nyeri
mempengaruhi juga nosiseptor diluar daerah daerah trauma nyeri yang meluas.
Selanjutnya terjadi proses sensitisasi perifer, yaitu menurunnya nilai ambang
rangsang nosiseptor karena pengaruh mediator dan penurunan pH, akibatnya nyeri
dapat timbul. Rangsangan nyeri diubah menjadi depolarisasi membran reseptor
yang kemudian menjadi impuls syaraf.
b) Transmisi
Proses
penyampaian impuls nyeri dari nosiseptor saraf perifer melewati kornu dosalis,
dari spinalis menuju korteks serebri. Transmisi sepanjang akson berlangsung
karena proses polarisasi, sedangkan dari neuron presinaps ke pasca sinaps
melewati neurotransmitor.
c) Modulasi
Proses pengendalian internal sistem saraf, dapat
meningkatkan atau mengurangi penerusan impuls nyeri. Modulasi nyeri dapat
timbul di nosiseptor perifer medula spinalis.
d. Persepsi
Hasil rekonstruksi SSP tentang impuls nyeri yang
diterima. Rekonstruksi merupakan hasil interaksi sistem saraf sensoris,
informasi kognitif (korteks serebri) dan pengalaman emosional. Persepsi
menentukan berat ringan nyeri yang dirasakan.
ü Mekanisme
umum kerja obat
Menghambat
sintase PGS di tempat yang sakit/trauma jaringan.
ü Penggolongan
obat
Atas kerja
farmakologisnya, analgetika dibagi dalam dua kelompok besar, yakni :
1) Analgetika
perifer (non-narkotik), yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat
narkotik dan tidak bekerja sentral, analgetika antiradang termaksud dalam
kelompok ini.
Penggunaan Obat Analgetik
Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau
meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau
bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran.
Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat
Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna
(berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).
Penggolongan
Secara kimiawi, analgetik perifer
dapat dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:
a.
Parasetamol
b.
Salisilat : asetosal,
salisilamida dan benorilat.
c.
Penghambat
prostaglandin (NSAIDS): ibuprofen, dll.
d.
Derivat
antranilat: mefenaminat, gleferin.
e.
Derivat-pirazolinon:
propifenazon,
isopropilanofenazon,dan metamozol,.
f.
Lainnya: benzidamin (Tantum)
Co-analgetika adalah obat yang khasiat dan indikasi utamanya
bukanlah menghalangi nyeri, mis. antidepresiva
trisiklik (ami-triptilin) dan antiepileptika (karbamazepin, pregabalin,
fenytoin, valproat). Obat-obat ini digunakan tunggal atau terkombinasi
dengan analgetika lain pada keadaan-keadaan tertentu, seperti pada nyeri
neuropatis.
·
Indikasi : obat-obat ini mampu meringankan
atau menghilangkan rasa nyeri tanpa memengaruhi SSP atau menurunkan kesadaran,
juga tidak menimbulkan ketagihan. Kebanyakan zat ini juga berdaya antipiretis
dan atau anti radang.
·
Kontra Indikasi :
o
penderita yang hipersensitif terhadap
asetosal (aspirin) atau obat antiinflamasi non steroid lainnya, wanita hamil
dan menyusui, serta anak dibawah usia 14 tahun.
o
Penderita dengan syndroma nasal polyps, angioderma
dan reaksi bronchospasma terhadap asetosal (aspirin) atau antiinflamasi non
steroid yang lain. Dapat menyebabkan reaksi anafilaktik.
·
Efek samping :
Yang paling umum
adalah ganngguan lambung-usus (b,c,e), kerusakan darah (a,b,d dan e), kerusakan
hati dan ginjal (a,c) dan juga reaksi alergi kulit. Efek-efek samping ini
terutama terjadi pada penggunaan lama atau dalam dosis tinggi. Oleh karena itu
penggunaan analgetika secara kontinu tidak dianjurkan.
2) Analgetika
narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti pada
fractura dan kanker.
Kini disebut juga opioida (= mirip opiat) adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru (mimic)
opioid endogen dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid
(biasanya
-reseptor). Zat-zat ini bekerja terhadap
reseptor khas di SSP, hingga persepsi nyeri dan respon emosional terhadap nyeri
berubah (dikurangi). Daya kerjanya di-antagonir oleh a.l. nalokson. Minimal ada 4 jenis reseptor , yang pengikatan padanya
menimbulkan analgesia. Tubuh dapat mensintesa zat-zat opioidnya sendiri, yakni zat-zat endorfin yang juga bekerja melalui reseptor-opioid
tersebut.
Endorfin (morfin endogen) adalah
kelompok polipeptida yang terdapat di CCS dan dapat menimbulkan efek yang menyerupai efek morfin.
Zat-zat ini dapat di bedakan antara
-endorfin,
dynorfin, dan enkefalin (Yun. Enkephalos =
otak), yang menduduki reseptor-reseptor yang berlainan. Secara kimia zat-zat
ini berkaitan dengan hormon-hormon hipofisis dan berdaya menstimulasi pelepasan
dari kortikotropin (ACTH), juga dari somatropin dan prolaktin. Sebaliknya,
pelepasan LH dan FSH dihambat oleh zat ini.
-endorfin pada hewan berkahasiat menekan pernapasan, menurunkan suhu tubuh dan
menimbulkan ketagihan. Lagi pula
berdaya analgetik kuat, dalam arti tidak mengubah persepsi nyeri, melainkan
memperbaiki “penerimaannya”. Rangsangan
listrik dari bagian-bagian tertentu otak mengakibatkan peningkatan kadar
endorfin dalam CCS. Mungkin hal ini menjelaskan efek analgesia yang timbul selama elektrostimulasi pada akupuntur atau pada stress, misalnya pada cidera hebat.
Peristiwa efek plasebo juga
dihubungkan dengan endorfin.
ü Indikasi
: Rasa nyeri hebat (seperti pada kaker)
Ada
banyak penyakit yang disertai rasa nyeri, yang terkenal adalah influenza dan
kejang-kejang (pada otot atau organ).
ü Kontra
indikasi : depresi pernafasan akut,
alkoholisme akut, penyakit perut akut.
ü Efek
samping : morfin dan ipoida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek
samping yang tidak diinginkan, yaitu :
§ Supresi
SSP, misalnya
sedasi, menekan pernapasan dan batuk, miosis, hipotermia dan perubahan suasana
jiwa (mood). Akibat stimulasi
langsung dari CTZ (Chemo Trigger Zone) timbul mual dan muntah. Pada dosis lebih
tinggi mengakibatkan menurunnya aktifitas mental dan motoris.
§ Saluran nafas : broncokostriksi, pernafasan
menjadi lebih dangkal dan frekuensinya menurun.
§ Sistem sirkulasi : vasodilatasi
perifer, pada dosis tinggi hipotensi
ü Mekanisme
kerja : Endorfin bekerja dengan jalan menduduki reseptor-reseptor rasa nyeri di
SSP, hingga perasaan nyeri dapat diblokir. Khasiat analgetik opioda berdasarkan
kemampuannya untuk menduduki sisa-sisa reseptor nyeri yang belum ditempati
endorfin. Tetapi bila analgetik tersebut digunakan terus-menerus, pembentukan reseptor-reseptor baru distimulasi dan
produksi endorfin diujung syaraf
otak dirintangi. Akibatnya terjadilah kebiasaan dan ketagihan.
b.
Antipiretik
Antipiretik adalah obat yang
dapat menurunkan panas atau untuk obat mengurangi suhu tubuh (suhu tubuh yang
tinggi). Hanya menurunkan temperatur tubuh saat panas dan tidak berefektif pada
orang normal. Dapat menurunkan panas karena dapat menghambat prostatglandin
pada CNS.
Demam. Pada umumnya demam adalah
juga suatu gejala dan bukan merupakan penyakit tersendiri. Kini para ahli
bersependapat bahwa demam adalah suatu reaksi tangkis yang berguna dari tubuh
terhadap infeksi. Pada suhu diatas 37 °C limfosit dan makrofag menjadi lebih
aktif. Bila suhu melampaui 40-41 °C, barulah terjadi situasi kritis yang bisa
menjadi fatal, karena tidak terkendalikan lagi oleh tubuh.
Suhu badan diatur oleh keseimbangan
antara produksi dan hilangnya panas. Alat pengukur suhu tubuh ada dihipotalamus.
Pada keadaan demam keseimbangan ini terganggu tetapi dapat dikembalikan ke
normal oleh obat mirip-aspirin. Ada bukti bahwa peningkatan suhu tubuh pada keadaan
patologik diawali pengelepasan suatu zat pirogen endogen atau sitokin misalnya
interleukin-1 (IL-1) yang memacu pelepasan PG yang berlebihan didaerah preoptik
hipotalamus. Selain itu PGE2 terbukti menimbulkan demam setelah di
infuskan ke ventrikel serebral atau disuntikkan ke daerah hipotalamus. Obat
mirip-aspirin menekan efek zat pirogen endogen dengan menghambat sintesis PG.
Demam yang timbul akibat pemberian PG tidak dipengaruhi, demikian pula
peningkatan suhu oleh sebab lain misalnya latihan fisik.
ü Mekanisme
Kerja Obat Antipiretik
Bekerja dengan cara menghambat
produksi prostaglandin di hipotalamus anterior (yang meningkat sebagai respon
adanya pirogen endogen).
ü Indikasi
Dosis
saisilat untuk dewasa ialah 325-650 mg diberikan secara oral tiap 3 atau 4 jam.
Untuk anak 15-20 mg/kgBB, dibrikan tiap 4-6 jam. Berdasarkan asosiasi
penggunaan aspirin dengan sindroma Reye, aspirin dikontraindiksikan
sebagaiantipiretik pada anak dibawah 12 tahun. Di inggris asprin dilarang
digunakan pada anak di bawah 16 tahun.
ü Kontra
Indikasi :
Hindari
pemakaian aspirin atau ibuprofen pada pasien-pasien dengan gangguan pendarahan
(resiko pendarahan lebih rendah dengan salisilat lainnya). Aspirin dan
salisilat lain harus dihindari pada anak-anak dan remaja.
ü Efek samping
:
Efek samping yang paling sering
terjadi adalah induksi tukak peptik
(tukak duodenum dan tukak lambung) yang kadang-kadang disertai anemia sekunder
akibat pendarahan saluran cerna. Beratnya efek samping ini berbeda antar obat.
dua mekanisme terjadinya iritasi lambung adalah:
1) Iritasi yang
bersifat lokal yang menimbulkan difusi kembali asam lambung ke mukosa dan
menyebabkan kerusakan jaringan.
2) Iritasi atau
pendarahan lambung yang bersifat sistemik melalui hambatan biosintesis PGE2
dan PGI 2. Kedua PG ini banyak ditemukan dimukosa lambung
dengan fungsi menghambat sekresi asam lambung dan merangsang reaktif.
Efek samping
lain ialah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesis trombosan
A2 (TXA2) dengan akibat waktu perpanjangan pendarahan.
Efek ini dimanfaatkan untuk terapi profilaksis tromboemboli.
II.3
Macam-macam
spesialit dari analgetik antipiretik :
Berikut contoh obat-obat analgesik antipiretik yang beredar di Indonesia :
1. Paracetamol
/ acetaminophen
Merupakan derivat para amino fenol.
Di Indonesia penggunaan parasetamol sebagai analgesik dan antipiretik, telah
menggantikan penggunaan salisilat. Sebagai analgesik, parasetamol sebaiknya
tidak digunakan terlalu lama karena dapat menimbulkan nefropati analgesik. Jika
dosis terapi tidak memberi manfaat, biasanya dosis lebih besar tidak menolong.
Dalam sediaannya sering dikombinasi dengan cofein yang berfungsi meningkatkan
efektivitasnya tanpa perlu meningkatkan dosisnya. Adapun nama dagang obat yang
mengandung paracetamol antara lain adalah panadol (sterling), paracetol,
paraco, praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan mig.
2. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Adapun nama dagang obat yang mengandung ibuprofen ini adalah Neo Toku-Honsip, Rhelafen, repass, profen, profenal, prosic, Neo Rheumacyl Neuro, dan prosinal.
Ibuprofen merupakan derivat asam propionat yang diperkenalkan banyak negara. Obat ini bersifat analgesik dengan daya antiinflamasi yang tidak terlalu kuat. Efek analgesiknya sama dengan aspirin.
Ibuprofen tidak dianjurkan diminum oleh wanita hamil dan menyusui. Adapun nama dagang obat yang mengandung ibuprofen ini adalah Neo Toku-Honsip, Rhelafen, repass, profen, profenal, prosic, Neo Rheumacyl Neuro, dan prosinal.
3. Asam
mefenamat
Asam mefenamat digunakan sebagai analgesik. Asam
mefenamat sangat kuat terikat pada protein plasma, sehingga interaksi dengan
obat antikoagulan harus diperhatikan. Efek samping terhadap saluran cerna
sering timbul misalnya dispepsia dan gejala iritasi lain terhadap mukosa
lambung. Adapun nama dagang obat yang mengandung asam mefenamat adalah mefamat,
mefinter, mefix, megastan, panstonal forteponstan, pondex, ponalar.
4. Tramadol
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama.
Tramadol adalah senyawa sintetik yang berefek seperti morfin.
Tramadol digunakan untuk sakit nyeri menengah hingga parah. Sediaan tramadol pelepasan lambat digunakan untuk menangani nyeri menengah hingga parah yang memerlukan waktu yang lama.
5. Minumlah
tramadol sesuai dosis yang diberikan, jangan minum dengan dosis lebih besar
atau lebih lama dari yang diresepkan dokter. Jangan minum tramadol lebih dari
300 mg sehari. Adapun nama dagang obat yang mengandung adalah pironec, tugesal,
ttramal, trasidan, trasik,traumasik
6. Benorylate
Benorylate adalah kombinasi dari parasetamol dan ester
aspirin. Obat ini digunakan sebagai obat antiinflamasi dan antipiretik. Untuk
pengobatan demam pada anak obat ini bekerja lebih baik dibanding dengan
parasetamol dan aspirin dalam penggunaan yang terpisah. Karena obat ini derivat
dari aspirin maka obat ini tidak boleh digunakan untuk anak yang mengidap
Sindrom Reye.
7. Fentanyl
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
Fentanyl termasuk obat golongan analgesik narkotika. Analgesik narkotika digunakan sebagai penghilang nyeri. Dalam bentuk sediaan injeksi IM (intramuskular) Fentanyl digunakan untuk menghilangkan sakit yang disebabkan kanker. Menghilangkan periode sakit pada kanker adalah dengan menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh dengan obat untuk mengontrol rasa sakit yang persisten/menetap. Obat Fentanyl digunakan hanya untuk pasien yang siap menggunakan analgesik narkotika. Fentanyl bekerja di dalam sistem syaraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Beberapa efek samping juga disebabkan oleh aksinya di dalam sistem syaraf pusat. Pada pemakaian yang lama dapat menyebabkan ketergantungan tetapi tidak sering terjadi bila pemakaiannya sesuai dengan aturan. Ketergantungan biasa terjadi jika pengobatan dihentikan secara mendadak. Sehingga untuk mencegah efek samping tersebut perlu dilakukan penurunan dosis secara bertahap dengan periode tertentu sebelum pengobatan dihentikan.
8. Naproxen
Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh. Obat lainnya : Metamizol, Aspirin (Asetosal/ Asam asetil salisilat), Dypirone/Methampiron, Floctafenine, Novaminsulfonicum, dan Sufentanil. Untuk pemilihan golongan obat analgesik dan antipiretik yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter
Naproxen termasuk dalam golongan antiinflamasi nonsteroid. Naproxen bekerja dengan cara menurunkan hormon yang menyebabkan pembengkakan dan rasa nyeri di tubuh. Obat lainnya : Metamizol, Aspirin (Asetosal/ Asam asetil salisilat), Dypirone/Methampiron, Floctafenine, Novaminsulfonicum, dan Sufentanil. Untuk pemilihan golongan obat analgesik dan antipiretik yang tepat ada baiknya anda harus periksakan diri dan konsultasi ke dokter
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
v Antipiretik
yaitu obat anti demam. Mekanisme Kerja Obat Antipiretik, bekerja dengan
cara menghambat produksi prostaglandin E2 di hipotalamus anterior (yang
meningkat sebagai respon adanya pirogen endogen). Contoh Obat Antipiretik :
Parasetamol, panadol, paracetol, paraco, praxion, primadol, santol, zacoldin, poldan
mig, acetaminophen, asetosal atau asam salisilat, salisilamida.
v Analgetik
yaitu obat anti nyeri. Mekanisame kerja menghambat sintase PGS di tempat yang
sakit/trauma jaringan.
Karakteristik:
1. Hanya
efektif untuk menyembuhkan sakit
2. Tidak narkotika dan tidak menimbulkan rasa senang dan gembira
3. Tidak mempengaruhi pernapasan
4. Gunanya untuk nyeri sedang, contohnya: sakit gigi
v Macam - macam Analgetik
1. Analgetik Opioid/analgetik
narkotika
2. Obat Analgetik Non-narkotik
v Efek samping
obat antipiretik dan analgetik
1. Gangguan
Saluran Cerna
2. Gangguan
Hati( hepar)
3. Gangguan
Ginjal
4. Reaksi Alergi
DAFTAR
PUSTAKA
Depkes RI. 1979. FARMAKOPE INDONESIA EDISI
III. Jakarta
Depkes RI. 2012. ISO INDONESIA EDISI 47.
Jakarta
Raharja, Kirana. 2007. OBAT-BAT PENTING EDISI IV. PT Alex
Media Komputindo : Jakarta.