BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar
Belakang
Ahli farmasi seringkali menggunakan besaran pengukuran
kerapatan dan bobot jenis apabila mengadakan perubahan massa dan volume.
Kerapatan adalah turunan besaran yang menyangkut satuan massa dan volume.
Batasannya adalah massa per satuan volume pada temperatur dan tekanan tertentu
yang dinyatakan dalam sistem cgs dalam gram per sentimeter kubik (g/cm3)
Bobot jenis adalah suatu besaran yang menyatakan
perbandingan antara massa (g) dengan volume (mL), jadi satu bobot jenis adalah g / mL.
Sedangkan rapat jenis adalah perbandingan antara bobot jenis sampel dengan
bobot jenis air suling, jadi rapat jenis tidak memiliki satuan.
Cara penentuan bobot jenis ini sangat penting diketahui
oleh seorang calon farmasis, karena dapat mengetahui kemurnian dari suatu sediaan khususnya yang
berbentuk cairan / larutan.
Disamping itu, dengan mengetahui bobot jenis suatu zat,
maka akan mempermudah dalam memformulasi obat. Karena dengan mengetahui bobot
jenisnya maka kita dapat menentukan apakah suatu zat dapat bercampur atau tidak
dengan zat lainnya. Berdasarkan uraian di atas, maka kami akan mencoba
melakukan penentuan bobot jenis dan rapat jenis dengan menggunakan alat yang
disebut dengan piknometer.
I.2 Maksud dan
Tujuan Percobaan
1.2.1 Maksud
Percobaan
Untuk
mengetahui dan memahami cara penetapan Bobot Jenis dan Rapat Jenis suatu bahan
zat cair dengan menggunakan metode tertentu.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Untuk mengetahui cara penetapan Bobot
Jenis dan Rapat Jenis alkohol 96 %, aquadest, aseton, bensin, minyak kelapa dan
pertamax dengan menggunakan
metode piknometer.
I.3
Prinsip Percobaan
A.
Penentuan Bobot Jenis dengan Piknometer
Penentuan Berat Jenis suatu zat cair (alcohol 96%, aquadest, aseton,
bensin, minyak kelapa dan
pertamax) dengan menggunakan
piknometer dimana ditimbang lebih dulu berat piknometer kosong dengan
piknometer berisi zat cair yang diuji. Selisih dari penimbangan adalah massa zat
cair tersebut pada pengukuran suhu (20o C dan 25o C)
dengan volume kostan tertera pada piknometer, maka bobot jenis zat cair
tersebut adalah massanya sendiri dibagi dengan volume piknometer dengan satuan
g / mL.
B. Penentuan Rapat
Jenis dengan Piknometer
Penentuan Rapat Jenis suatu zat
cair (alkohol 96%, aquadest, aseton,
bensin, minyak kelapa dan pertamax)
dengan piknometer, dimana rapat jenis zat cair tersebut adalah bobot jenisnya
sendiri yang diperoleh dari penjumlahan sebelumnya dengan piknometer, dibagi
dengan Bobot Jenis air suling pada suhu 20o C dan 25o C
tanpa menggunakan satuan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1 Landasan
Teori
Bobot jenis suatu zat adalah
perbandingan antara bobot zat yang dibandingkan dengan volume zat pada suhu
tertentu (biasanya 250 C). Sedangkan rapat jenis (specific grafity) adalah
perbandingan antara bobot jenis suatu
zat dibanding dengan bobot jenis air pada suhu tertentu (biasanya dinyatakan sebagai 250 / 250 ,
250 / 40, 40 / 40).
Untuk bidang farmasi, biasanya 250 / 250 (Anonim, 2012).
Bobot jenis adalah perbandingan
bobot zat terhadap air volume yang sama ditimbang di udara pada suhu yang sama
(Anonim, 1995).
Menurut defenisi, rapat jenis
adalah perbandingan yang dinyatakan dalam desimal dari berat suatu zat terhadap
berat dari standar dalam volume yang sama kedua zat mempunyai temperatur yang
sama atau temperatur yang telah diketahui. Air digunakan untuk standar zat cair
dan padat, hidrogen atau udara untuk gas. Dalam farmasi, perhitungan bobot
jenis terutama menyangkut cairan, zat padat dan air merupakan pilihan yang
tepat untuk digunakan sebagai standar karena mudah didapat dan dimurnikan. Pada
40 C, kepadatan air adalah 1 g dalam satu centimeter kubik. Karena USP
menetapkan 1 mL dapat dianggap sebagai equivalen dengan 1 cc. Dalam farmasi,
berat 1 g air dianggap 1 mL (Ansel, 1989).
Bobot jenis merupakan suatu
karakteristik bahan yang penting digunakan dalam pengujian identitas dan
kemurnian bahan obat pembantu. Khususnya sifat bahan / zat yang berjenis malam.
Penentuan bobot jenis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Bilangan bobot jenis merupakan perbandingan
dimensi yang mengacu pada bobot jenis air pada suhu 40 C (
= 1,000 g / mL).
Sebaliknya dengan bobot jenis
relatif dengan farmakope yakni bobot yang mengacu pada ukuran besar setara
bagian volume yang sama dari zat yang diteliti terhadap air. Dimana keduanya
diukur pada suhu 200 C. Bobot jenis pada suhu 200 C merupakan
salah satu karakteristik bahan penting yang digunakan dalam pengujian identitas
dan kemurnian bahan obat dan bahan pembantu khususnya sifat cairan dan zat-zat
yang berjenis malam. Penentuan bobot jenis dapat dilakukan dengan metode
piknometer, arometer, timbangan hidrostatik (timbangan mohr westphall) dan
metode manometik (Alfred, Martin, 1990).
Bobot janis sejati (benar)
adalah perbandingan antara massa dan volume zat padat tanpa pori dan tanpa ruang
rongga. Sedangkan bobot jenis nyata adalah volume yang membesar
akibat adanya pori-pori yang menyebabkan besarnya volume.
Penentuan bobot jenis sejati bahan berbentuk butir dan serbuk menuntut bahan
tersebut berada dalam bentuk sehalus mungkin, dilakukan dengan menggunakan
metode piknometer cairan atau metode manometer (Voigt, 1994).
Pengujian
bobot jenis dilakukan untuk menentukan 3 macam bobot jenis yaitu sebagai
berikut (Lachman, 1994).
1.
Bobot jenis sejati
Massa partikel
dibagi volume partikel tidak termasuk rongga yang terbuka dan tertutup.
2.
Bobot jenis nyata
Massa partikel
dibagi volume partikel tidak termasuk pori / lubang terbuka tetapi termasuk
pori yang tertutup.
3.
Bobot jenis efektif
Massa partikel
dibagi volume partikel termasuk pori yang terbuka dan tertutup.
Cara pengukuran bobot jenis zat ada
beberapa cara, antara lain :
1.
Metode
Piknometer
Pinsip
metode ini didasarkan atas penentuan massa cairan dan penentuan ruangan yang
ditempati cairan ini. Ruang piknometer dilakukan dengan menimbang air. Menurut
peraturan apotek, harus digunakan piknometer yang sudah ditera, dengan isi
ruang dalam mL dan suhu tetentu (20 0C).
Ketelitian metode piknometer akan bertambah sampai suatu optimum tertentu
dengan bertambahnya volume piknometer. Optimun ini terletak sekitar isi ruang
30 mL. Ada dua tipe piknometer, yaitu tipe botol dengan tipe pipet (Roth, Herma n J., 1994)
2.
Neraca
Mohr Westphal
Dipakai untuk
mengukur bobot jenis zat cair. Terdiri atas tuas dengan 10 buah lekuk untuk
menggantungkan anting, pada ujung lekuk yang ke 10 tergantung sebuah benda
celup C yang terbuat dari gelas (kaca) pejal (tidak berongga), ada yang dalam
benda celup dilengkapi dengan sebuah thermometer kecil untuk mengetahui suhu
cairan yang diukur massa jenisnya, neraca seimbang jika ujung jarum D tepat
pada jarum T (Anonim, 1993).
3.
Densimeter
Merupakan
alat untuk mengukur massa jenis (densitas) zat cair secara langsung.
Angka-angka yang tertera pada tangkai berskala secara langsung menyatakan massa
jenis zat cair yang permukaannya tepat pada angka yang tertera (Anonim, 1993).
II.2 Uraian
Bahan
1.
ALKOHOL
(F1 EDISI III Hal. 65 )
Nama resmi : AETHANOLUM
Sinonim : Etanol, Alkohol
Bobot Jenis : 0,8119 sampai
0,8139
Pemerian : Cairan tidak berwarna, jernih, mudah menguap,
dan, mudah bergerak, bau khas rasa
panas, mudah berbakar, dengan memberikan nyala biru yang tidak berasap.
Penyimpanan :
Dalam
wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk, jauh dari
nyala api
Penggunaan :
Pembilas
dan sampel
2.
AQUADEST (F1 EDISI III Hal. 96)
Nama
resmi : AQUA
DESTILLATA
Sinonim : Air
Suling
BM : 18,02
Berat
Jenis : 1
g / mL
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik
Penggunaan
: Sampel
3.
ASETON
(F1 Edisi III Hal. 655)
Nama resmi : ACETONUM
Sinonim : Aseton
Berat Molekul : 58,08
Berat Jenis : 0,79 g / mL
Pemerian : Cairan
transparan, tidak berwarna, bau khas, mudah menguap
Kelarutan : Dapat
bercamput dengan Air, Etanol, dengan eter P, dan dengan kloroform P
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Penggunaan : Sampel
4.
BENSIN
(F1 Edisi III Hal. 658)
Nama
resmi : BENSINUM
Sinonim : Bensin
Berat
Jenis : 0,876
- 0,881 g / mL
Pemerian : Kuning
pucat, mudah menguap
Kelarutan : Tidak
larut dalam air dan etanol
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat
Penggunaan
: Sampel
5.
MINYAK
KELAPA (F1 edisi III hal 456)
Nama
resmi : OLEUM
COCOS
Sinonim : Minyak
Kelapa
Berat
Jenis : 0,940
- 0,950 g / mL
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, atau kuning Pucat, bau khas tidak tengik
Kelarutan : Larut
dalam 2 bagian etanol (95%) p,
pada suhu 600C, sangat mudah larut dalam kloroform P dan eter P
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya, di tempat sejuk
Penggunaan : Sampel
6.
PERTAMAX
(F1 Edisi IV Hal. 680 )
Nama
resmi :
Sinonim :
Berat
Jenis :
Kelarutan :
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik
Penggunaan : Sampel
BAB
III
METODE
PRAKTIKUM
III.1 Alat dan
Bahan
A.
Alat
yang digunakan :
NO
|
Nama alat
|
(Ukuran/Berat/Volume)
(ml/mg/g/ml/N/%)
|
Jumlah
|
1
|
Baskom
|
-
|
1
|
2
|
Botol semprot
|
-
|
1
|
3
|
Desikator
|
-
|
1
|
4
|
Gelas kimia
|
500 mL
|
1
|
5
|
Gelas ukur
|
10 mL
|
4
|
6
|
Gelas ukur
|
25 mL
|
2
|
7
|
Lap Kasar
|
-
|
1
|
8
|
Lap halus
|
-
|
1
|
9
|
Oven
|
-
|
1
|
10
|
Piknometer
|
10 mL
|
4
|
11
|
Piknometer
|
25 mL
|
2
|
12
|
Pipet tetes
|
-
|
1
|
13
|
Timbangan analitik
|
-
|
1
|
14
|
Termometer
|
-
|
1
|
B.
Bahan
yang digunakan :
NO
|
Nama Bahan
|
(Ukuran/Berat/Volume)
(ml/mg/g/ml/N/%)
|
Jumlah
|
1
|
Alkohol 96 %
|
25 mL
|
-
|
2
|
Aquadest
|
10 mL
|
-
|
3
|
Aseton
|
25 mL
|
-
|
4
|
Alluminium foil
|
-
|
1
|
5
|
Bensin
|
10 mL
|
-
|
6
|
Es batu
|
-
|
1
|
7
|
Minyak kelapa
|
10 mL
|
-
|
8
|
Pertamax
|
10 mL
|
-
|
III.2 Prosedur
Kerja
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Dibersihkan piknometer hingga tidak meninggalkan bekas
tetesan air dengan cara setelah dibersihkan dengan aquadest bilas dengan
pelarut aseton atau alkohol pekat.
3. Piknometer dimasukkan dalam
oven pada suhu 1000 C selama 1 jam kemudian
dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin (15 menit), ditimbang di dalam
neraca analitik (berat piknometer kosong).
4. Diisikan
alkohol 96 % 25 mL,
aquadest 10 mL, aseton 25 mL, bensin 10 mL, minyak kelapa 10 mL dan pertamax 10 mL ke dalam masing-masing piknometer
sampai penuh.
5. Didinginkan dalam es
hingga suhu dalam piknometer mencapai 20 0C
menggunakan termometer.
6. Dikeluarkan piknometer setelah
suhu mencapai tepat 20 0C
segera ditutup dan dilap dengan tisu hingga kering ditimbang secara teliti dengan menggunakan neraca analitik (bobot 1)
7. Dibiarkan
pada suhu 25 0C
kemudian ditimbang lagi secara
teliti menggunakan neraca analitik (bobot 2).
8. Dihitung bobot jenis dan rapat jenis masing-masing
sampel.
III.3
Perhitungan
III.3.1 Perhitungan
Bobot Jenis dan Rapat Jenis pada Suhu ditentukan (200 C)
A. Bobot
jenis
Bobot jenis =
dimana : b1 = berat piknometr berisi (g)
a = berat piknometer kosong (g)
v = volume (mL)
I.
Bobot jenis alkohol 96% =
=
=
= 0,7925 g/mL
II. Bobot
jenis aquadest =
=
=
= 0,9054 g/mL
III. Bobot
jenis aseton =
=
=
= 0,7566 g/mL
IV.
Bobot jenis bensin =
=
=
= 0,6665 g/mL
V.
Bobot jenis minyak
kelapa =
=
=
= 0,9060 g/mL
VI.
Bobot jenis pertamax =
=
=
= 0,6742 g/mL
B. Rapat
Jenis
Rapat jenis =
dimana : x = Bobot jenis zat (g/mL)
y =
Bobot jenis air (g/mL)
I.
Rapat jenis alkohol 96% =
=
= 0,8753
II. Rapat
jenis aquadest =
=
= 1
III. Rapat
jenis aseton =
=
= 0,8356
IV. Rapat
jenis bensin =
=
= 0,7361
V. Rapat
jenis minyak kelapa =
=
= 0,9990
VI. Rapat
jenis pertamax =
=
= 0,7476
III.3.2 Perhitungan
Bobot Jenis dan Rapat Jenis pada Suhu 250C
A. Bobot jenis
Bobot jenis =
dimana : b1 = berat piknometr berisi (g)
a = berat piknometer kosong (g)
v = volume (mL)
I.
Bobot jenis alkohol 96% =
=
=
= 0,7683 g/mL
II.
Bobot jenis aquadest =
=
=
= 0,9050 g/mL
III. Bobot
jenis aseton =
=
=
= 0,756 g/mL
IV. Bobot
jenis bensin =
=
=
= 0,6645 g/mL
V. Bobot
jenis minyak kelapa =
=
=
= 0,9060g/mL
VI. Bobot
jenis pertamax =
=
=
= 0,6742 g/mL
B. Rapat
Jenis
Rapat jenis =
dimana : x = Bobot
jenis zat (g/mL)
y = Bobot jenis air (g/mL)
I.
Rapat jenis alkohol 96% =
=
= 0,8485
II. Rapat
jenis aquadest =
=
= 0,9995
III. Rapat
jenis aseton =
=
= 0,8249
IV. Rapat
jenis bensin =
=
= 0,7339
V. Rapat
jenis minyak kelapa =
=
= 1,0006
VI. Rapat
jenis pertamax =
=
= 0,7446
BAB
IV
HASIL
PERCOBAAN
IV.1 Tabel
Pengamatan pada Suhu Ditentukan (200C)
No
|
Zat uji
|
Bobot Piknometer
|
Berat Jenis
(g/mL)
|
Rapat Jenis
|
Volume (mL)
|
|
Kosong
(g)
|
Berisi
(g)
|
|||||
1
|
Alkohol 96%
|
15,8284
|
35,6428
|
0,7925
|
0,8753
|
25
|
2
|
Aquadest
|
15,4924
|
24,5464
|
0,9054
|
1
|
10
|
3
|
Aseton
|
15,4730
|
34,3891
|
0,7566
|
0,8356
|
25
|
4
|
Bensin
|
14,9813
|
21,6466
|
0,6665
|
0,9990
|
10
|
5
|
Minyak kelapa
|
15,2947
|
24,3403
|
0,9045
|
0,7361
|
10
|
6
|
Pertamax
|
15,0189
|
21,7885
|
0,6769
|
0,7476
|
10
|
IV.2 Tabel
Pengamatan pada Suhu 250C
No
|
Zat uji
|
Bobot Piknometer
|
Berat Jenis
(g/mL)
|
Rapat Jenis
|
Volume (mL)
|
|
Kosong
(g)
|
Berisi
(g)
|
|||||
1
|
Alkohol 96%
|
15,8284
|
35,0369
|
0,7683
|
0,8485
|
25
|
2
|
Aquadest
|
15,4924
|
24,5429
|
0,9050
|
0,8349
|
10
|
3
|
Aseton
|
15,4730
|
34,3730
|
0,756
|
0,9995
|
25
|
4
|
Bensin
|
14,9813
|
21,6270
|
0,6445
|
0,7339
|
10
|
5
|
Minyak kelapa
|
15,2947
|
24,3552
|
0,9060
|
1,0006
|
10
|
6
|
Pertamax
|
15,0189
|
21,7618
|
0,6742
|
0,7446
|
10
|
BAB
V
PEMBAHASAN
Pada praktikum
kali ini yaitu penetapan bobot jenis dan rapat jenis zat cair dengan
menggunakan metode piknometer. Adapun zat cair yang ditetapkan bobot jenis dan
rapat jenisnya yaitu alkohol 96 % , aquadest, aseton, bensin, minyak kelapa dan pertamax.
Pada pengukuran bobot jenis ini, pertama-tama dibersihkan piknometer kosong hingga
tidak meninggalkan bekas tetesan air dengan cara setelah dibersihkan dengan
aquadest dibilas dengan alkohol 96 %. Hal ini dikarenakan alkohol mudah menguap
dan bersifat antiseptik. Setelah itu, piknometer dipanaskan dalam oven pada
suhu 100o C selama satu jam. Tujuannya yaitu untuk mendapatkan bobot
jenis piknometer sesungguhnya dimana pada saat botol piknometer dibilas masih
tersisa tetesan zat cair tersebut dapat mempengaruhi bobot jenis zat pada saat
penimbangan. Setelah satu jam dalam oven, piknometer dikeluarkan dan dimasukkan
pada desikator hingga dingin (± 15 menit).
Setelah dingin, piknometer ditimbang di dalam neraca analitik untuk mendapatkan
bobot piknometer kosong.
Pada sampel I yaitu alkohol 96 %. Piknometer kosong yang telah ditimbang,
diisikan alkohol 96 % sampai penuh. Selanjutnya piknometer dengan isinya
didinginkan dalam es hingga suhu dalam piknometer mencapai 200 C menggunakan termometer. Setelah suhu mencapai
tepat 200 C, piknometer segera ditutup dan dilap dengan tisu hingga kering kemudian ditimbang
dalam neraca analitik. Piknometer ditimbang tepat pada suhu 200 C
karena piknometer yang digunakan bersuhu 200 C. Hasil yang
didapatkan dari penimbangan ini merupakan berat piknometer berisi dengan berat
yaitu 35,6428 gram. Setelah didapatkan bobot piknometer berisi maka dilakukan
perhitungan berat jenis dan rapat jenis alkohol 96 %. Adapun berat jenisnya
yaitu 0,7925 g / mL dan rapat jenisnya yaitu 0,8753.
Selain dilakukan penentuan bobot
jenis dan rapat jenis pada suhu 200 C, juga dilakukan penentuan
bobot jenis dan rapat jenis pada suhu 250 C dengan prosedur:
Piknometer berisi suhu 200 C yang telah ditimbang dibiarkan hingga
mencapai suhu 250 C. Setelah mencapai suhu 250 C,
piknometer ditimbang kembali menggunakan neraca analitik sehingga diperoleh
hasil penimbangan 35,0369 gram. Setelah didapatkan bobot piknometer berisi maka
dilakukan perhitungan berat jenis dan rapat jenis alkohol 96 %. Adapun berat
jenisnya yaitu 0,7683 g / mL dan rapat jenisnya yaitu 0,8485. Bobot jenis alkohol 96 % yang didapat baik
pada suhu 200 C maupun 250 C tidak sesuai dengan
farmakope yang menjelaskan bobot jenis alkohol 96 % adalah 0,8119
sampai 0,8139.
Pada sampel II yaitu aquadest dilakukan penetapan bobot
jenis dan rapat jenis dengan prosedur kerja yang sama dengan prosedur kerja alkohol 96 %. Adapun hasil
pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aquadest pada suhu 200 C
yaitu 0,9054 g / mL dan 1. Sedangkan pada suhu 250 C didapatkan
hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aquadest yaitu 0,9050 g / mL dan
0,8349. Dan untuk bobot jenis yang disebutkan dalam farmakope adalah 1 g / mL.
Pada sampel III yaitu aseton dilakukan penetapan bobot jenis
dan rapat jenis dengan prosedur kerja yang juga sama dengan prosedur kerja alkohol 96 % dan aquadest.
Adapun hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aseton pada suhu 200 C
yaitu 0,7566 g / mL dan 0,8356. Untuk suhu 250 C didapatkan hasil
pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aseton yaitu 0,756 g / mL dan 0,9995.
Sedangkan di dalam farmakope menyebutan bobot jenis aseton adalah 0,79 g / mL.
Pada sampel IV yaitu bensin dilakukan penetapan bobot jenis
dan rapat jenis dengan prosedur kerja sama dengan prosedur kerja alkohol 96 %,
aquadest dan aseton. Adapun hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis bensin
pada suhu 200 C yaitu 0,6665 g / mL dan 0,9990. Untuk suhu 250 C
didapatkan hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aseton yaitu 0,6445 g /
mL dan 0,7339. Sedangkan dalam farmakope menyebutan bobot jenis bensin adalah
0,876 sampai 0,881 g / mL.
Pada sampel V yaitu minyak kelapa dilakukan penetapan bobot
jenis dan rapat jenis dengan prosedur kerja yang masih sama dengan prosedur kerja alkohol 96 %, aquadest, aseton
dan bensin. Adapun hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis minyak kelapa
pada suhu 200 C yaitu 0,9045 g / mL dan 0,7361. Untuk suhu 250 C
didapatkan hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis aseton yaitu 0,9060 g /
mL dan 1,0006. Sedangkan dalam farmakope menyebutan bobot jenis minyak kelapa
adalah 0,940 sampai 0,950 g / mL.
Pada sampel VI yaitu pertamax dilakukan penetapan bobot
jenis dan rapat jenis dengan prosedur kerja yang sama dengan prosedur kerja
sampel sebelumnya. Adapun hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis minyak
tanah pada suhu 200 C yaitu 0,6769 g / mL dan 0,7476. Untuk suhu 250
C didapatkan hasil pehitungan bobot jenis dan rapat jenis minyak tanah
yaitu 0,6742 g / mL dan 0,7446. Sedangkan dalam farmakope menyebutan bobot
jenis bensin adalah 0,845 sampai 0,905 g / mL.
Dari hasil penimbangan bobot jenis, diperoleh hasil yang
sudah sesuai dengan literatur tetapi ada pula yang tidak sesuai dengan
literatur. Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Kurangnya ketelitian
dalam praktikum
2.
Prosedur kerja yang dilakukan kurang tepat
3.
Ketidakmurnian sampel yang diuji
BAB
VI
PENUTUP
VI.1
Kesimpulan
Dari
praktikum berat jenis dan rapat jenis yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa
:
1.
Bobot jenis merupakan perbandingan antara bobot zat yang dibandingkan dengan
volume zat pada suhu tertentu sedangkan rapat jenis
adalah perbandingan antara bobot jenis suatu zat dengan air pada suhu tertentu.
2.
Terdapat perbedaan yang
cukup signifikan antara tetapan
bobot jenis yang tertera pada FI Edisi III dan IV dengan hasil praktikum.
3.
Bobot jenis yang
didapatkan pada suhu 200 C yaitu : 0,7683 g / mL untuk Alkohol 96 %,
0,9054 g / mL untuk aquadest, 0,7566 g /
mL untuk aseton, 0,6665 g / mL untuk bensin, 0,9045 g / mL untuk minyak kelapa
dan 0,6769 g / mL untuk pertamax. Sedangkan rapat jenisnya yaitu: 0,8753 untuk
Alkohol 96 %, 1 untuk aquadest, 0,8356 untuk aseton, 0,9990 untuk bensin, 0,7361
untuk minyak kelapa dan 0,7476 untuk pertamax.
4.
Bobot jenis yang
didapatkan pada suhu 250 C yaitu : 0,7683 g / mL untuk Alkohol 96 %,
0,9050 g / mL untuk aquadest, 0,756 g /
mL untuk aseton, 0,6445 g / mL untuk bensin, 0,9060 g / mL untuk minyak kelapa
dan 0,6742 g / mL untuk pertamax. Sedangkan rapat jenisnya yaitu: 0,8485 untuk
Alkohol 96 %, 0,8349 untuk aquadest, 0,9995 untuk aseton, 0,7339 untuk bensin, 1,0006
untuk minyak kelapa dan 0,7446 untuk pertamax.
VI.2 Saran
Diharapkan
kepada praktikan, sebelum melaksanakan praktikum agar menguasai prosedur
praktikum. Selain itu, praktikan harus cermat, teliti dan hati-hati dalam
pelaksanaan praktikum agar hasil yang diinginkan dapat tercapai dengan baik.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim, 1979. FARMAKOPE
INDONESIA EDISI III. Jakarta : Depkes RI
Anonim. 1995. FARMAKOPE
INDONESIA EDISI IV. Jakarta : Depkes RI. 1031
Anonim. 2012. PENUNTUN
PARKTIKUM FISIKA FARMASI. Kendari : Akademi Farmasi Bina Husada. 5
Ansel H.C. 1989. PENGANTAR
BENTUK SEDIAAN FARMASI. Terjemahan Faridah Ibrahim. Jakarta : UI Press. 625-626
Lachman,
L., dkk. 1994. TEORI DAN PRAKTEK FARMASI INDUSTRI II EDISI III. Diterjemahkan
oleh Situ Suyatmi. Jakarta : UI Press. 78
Martin, Alfred.
1990. FISIKA FARMASI EDISI II JILID I. Jakarta UI Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar